ILUSTRASI – Media (Pers) maupun insan pers Indonesia tidak boleh di berdel atau di intervensi dalam menjalankan tugasnya, karena, tugas pers untuk melakukan kontrol terhadap kerja dan kinerja pemerintah serta perangkatnya.
Begitupun dengan segudang karya jurnalistiknya tidak boleh ada yang mengintervensi bahkan oleh sesama jurnalist (Wartawan).
Karena, Negara sudah mengatur dalam undang-undang Tahun 1945 pasal 28 tetang kebebasan berpendapat, pikiran, dan berserikat. Bahkan, pers dinobatkan sebagai pilar keempat demokrasi atau dikenal dengan fourth estate.
Suka tidak suka, mau tidak mau seluruh instansi maupun institusi apapun harus setuju dengan adan Pers di Indonesia. Kehadiran Pers sebagai wadah informasi yang menggambarkan melalui karya jurnalistiknya. Karena, pers turut berperan menjalankan “check & balance” bagi kepentingan di Daerah maupun kepentingan Nasional terutama untuk mengawal jalannya laju demokrasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kemudian, hadirnya pers bukan tidak ada landasan hukum, kaidah, pedoman maupun kode etik jurnalistik.
Pers atau jurnalist Indonesia berkerja selalu berpegang teguh terhadap aturan yang sudah dibangun di era reformasi, karena peran pers berperan dalam mendorong partisipasi masyarakat dan menjaga bangsa dalam keadaan kondusif.
Jika tidak kondusif? Tanyakan langsung kepada stakeholder atau organisasi perangakat daerah (OPD) masing-masing.
Presiden Republik Indonesia sangat bangga dengan peran serta pers di Indonesia.
Hal itu, di sampaikan oleh sang panglima tertinggi di Republik ini yakni Presiden Joko Widodo pada 8 Febuari 2020 lalu. Kata Presiden, peran pers cukup penting untuk pemerintah. Perannya cukup besar baik dalam mewartakan agenda pemerintahan ataupun memberikan kritik terhadap pemerintah
Demikian pula halnya, kita sebagai masyarakat informasi yang peduli terhadap kemajuan bangsa, alangkah lebih bijaksana bila kita turut mendukung pers dalam melakukan fungsi-fungsinya.
Lalu bagaimana agar pers dapat melaksanakan fungsinya dengan baik?
Dan bagaimana cara kita bisa turut berperan aktif bersama pers dalam mengawal demokrasi demi terwujudnya kepentingan nasional?
Sebelum lebih lanjut, apa yang dimaksud dengan pers dan jurnalistik?
Sedangkan pers berhubungan dengan media. Dengan demikian, jurnalistik pers berarti proses kegiatan mencari, menggali, mengumpulkan, mengolah, memuat, dan menyebarkan berita melalui media berkala pers yakni surat kabar, tabloid atau majalah kepada masyarakat seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.
Semangat Baru dan Titik Cerah Kemerdekaan Pers
Sejak awal Undang undang Tahun 1945 mengatur dalam kebebasan berpendapat, pikiran, dan berserikat, Paska runtuhnya rezim orde baru. Pers Indonesia memiliki harapan baru tidak adanya intervensi dari Pemerintah.
Sejak itulah, Pasca reformasi tahun 1998, Indonesia mengalami titik cerah yang sangat signifikan terutama dalam bidang pemberitaan.
Semangat baru itu muncul, Setelah terhapusnya Departemen Penerangan dan terbitnya UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Dalam Undang undang Pers Nomor 40 pasal 4 di dalam ayat 1 disebutkan, bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
Di ayat kedua, bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
Kemudian dalam ayat ketiga, bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Selanjutnya, di ayat keempat, bahwa dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum. Maka, di ayat empat ini pers mampu jurnalist tidak menyampaikan berita hoax. Karena, dampak dari pemberitaan harus bisa di pertanggungjawabkan.
Seusai dengan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) pers dan jurnalist yang sering disebut insan pers Indonesia sudah diatur secara tegas UU Nomor 40 Tahun 1999.
Pertama, Undang-undang (UU) Pers memberikan perlindungan memadai terhadap kemerdekaan pers.
Hal ini, dapat dilihat dari ketegasan UU Pers yang melarang adanya sensor dan tidak boleh ada izin apapun terkait pemberitaan. Bagi yang menghalang-halangi tugas pers, diancam hukuman. Kemudian, wartawan yang sedang melaksanakan tugasnya dilindungi oleh hukum.
Kedua, UU Pers bersifat swaregulasi. Artinya, semua peraturan di bidang pers diatur oleh masyarakat pers sendiri.
Ketiga, UU Pers lugas mengatur, tidak ada pintu apapun bagi pemerintah untuk melakukan intervensi kepada pers.
UU Pers satu-satunya perundangan yang tidak memberikan ruang buat hadirnya Peraturan Pemerintah (PP) sebagai penjabaran pelaksanaan UU.
Bukti Sejarah
Rumusan UU Pers seperti itu tidak terlepas dari latar belakang perkembangan kemerdekan pers di Indonesia.
Dari sejarah telah terbukti, siapapun pemerintah yang berkuasa, cenderung melakukan intervensi kepada pers, terutama melalui pintu regulasi.
Oleh sebab itu, pada proses pembuatan UU Pers yang lahir di awal era reformasi, masyarakat pers tegas menolak bentuk campur tangan apapun dari pemerintah, termasuk kemungkinan adanya regulasi melalui PP.
Kala itu, munculnya PP untuk melaksanakan UU Pers dikhawatirkan mereduksi makna kemerdekaan pers, seperti telah bertbukti pada semua pemerintahan sebelumnya.
Masyarakat pers sendiri menyadari, sebenarnya UU Pers sudah memerlukan sejumlah penyempurnaan.
Hanya saja, selama ini masyarakat pers tidak yakin, jika UU Pers direvisi ke DPR hasilnya akan lebih sempurna sebagaimana diharapkan.
Ada kecemasan revisi UU Pers di tangan DPR, memasukan banyak kepentingan politik, sehingga UU Pers justeru menjadi lebih buruk. Itulah, sebabnya masyarakat pers sampai sekarang sepakat, belum waktunya UU Pers direvisi.
UU Pers dipandang sebagai salah satu produk regulasi era reformasi yang masih murni. Di tengah berbagai kekurangannya, UU Pers masih dinilai “sakral.”
Kini lewat metode omnibus law, RUU Cipta Kerja “menyentuh” UU Pers.
Hal ini, menimbulkan pertanyaan, apakah rencana revisi UU Pers melalui RUU Cipta Kerja akan lebih mendorong kemajuan usaha pers, ataukah justru akan menghambat kemerdekaan pers?
Mari kita diskusikan bersama, bersatulah insan pers Indonesia.
Penulis : Saefudin