PRINGSEWU – Sejumlah warga Pekon Rejosari, Kecamatan Pringsewu mendatangi Kejaksaan Negeri (Kejari) Pringsewu. Kamis, (02/06/2022).
Maksud tujuan mereka ke kantor Kejari Pringsewu, guna menyampaikan persoalan dugaan penyalahgunaan wewenang dalam jabatan, dan terindikasi dugaan penggelapan tanah bengkok milik Pekon setempat, yang diduga tanah tersebut sudah berpindah tangan ke pihak lain.
Menurut Informasi yang di himpun oleh Media ini, konon tahan itu hasil pemberian orang terdahulu yang membuka lahan, tujuannya agar pamong (Kepala Desa) dan perangkatnya bisa menghasilkan dari tanah tersebut.
Kini tanah bengkok sudah diperjualbelikan oleh Kepala Pekon Rejosari berserta panitia jual beli tanah bengkok.
“Tanah bengkok itu bukan untuk diperjualbelikan, tapi, untuk digunakan kepentingan Pekon”,kata Selamet Riyadi.
Bahkan, jual beli tanah bengkok tersebut melibatkan developer perumahan yang juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pringsewu.
“Sekarang tanah bengkok itu sudah dibangun perumahan dan sudah berdiri dua unit rumah, sementara informasi yang kami ketahui menduga pengembannya adik ipar dari Pak Rizky Raya Saputra apa Pak Rizky Raya Saputra langsung yang mengelola”, imbuhnya.
Ditempat sama, Sopiyan selaku penerima kuasa dari masyarakat Rejosari, kedatangannya berserta rombongan untuk mempertanyakan prosedur persoalan jual beli tanah bengkok ke aparatur penegak hukum (APH) yakni Kejari Pringsewu.
“Sejauh mana proses perkembangan kasus jual beli tanah yang dilakukan oleh Kepala Pekon Rejosari, karena ini harus kita kawal hingga tuntas”, ujarnya.
Menurutnya, kata Sopiyan menambahkan, seluruh panitia penjualan tanah bengkok di Pekon setempat diduga kuat sudah melawan hukum yang berlaku.
Pasalnya, jual beli tanah milik Pekon harus ada prosedur yang jelas, karena, tanah bengkok tersebut adalah aset negara (Pemerintah Pekon Rejosari) tanah itu sudah ada sejak dulu dan dikelola untuk kesejahteraan aparat Pekon setempat.
“Jika tanah tersebut sudah berpindah tangan, kalau sudah seperti itu siapa yang mau disalahkan? adapun penggati tanahnya, sesuai tidak dengan luasan dan bentuk yang sama. Proses jual belipun terindikasi penuh rekayasa karena tidak adanya transparansi, serta tidak melibatkan masyarakat Rejosari secara luas”, pungkasnya. (DN/Bal).